Yang dimaksud dengan
artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui mulut agar terdengar
dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat
mengerti pada kata‑kata yang diucapkan.
Pada
pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa sebab yang mongakibatkan
terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :
Ø Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami
oleh orang yang berbicara gagap atau orang yang sulit mengucapkan salah satu
konsonon, misalnya ‘r’, dan sebagainya.
Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat
artikulasi, melainkan terjadi sewaktu‑waktu. Hal ini sering terjadi pada
pengucapan naskah/dialog.
Misalnya:
o Kehormatan menjadi kormatan
o Menyambung menjadi
mengambung, dan sebagainya.
Artikulasi jelek
disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu cepat, gugup,
dan sebagainya.
Ø Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan
kata/dialog terlalu cepat, seolah‑olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya
jarak sama sekali.
Untuk
mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan
· Mengucapkan alfabet
dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap pengucapan. Ucapkan setiap
huruf dengan nada‑nada tinggi, rendah, sengau, kecil, besar, dsb. Juga ucapkanlah
dengan berbisik.
· Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun,
dsb
· Membaca kalimat dengan berbagai variasi seperti di atas.
Perhatikan juga bentuk mulut.
GETIKULASI
Getikulasi
adalah suatu cara untuk memenggal kata dan memberi tekanan pada kata atau
kalimat pada sebuah dialog. Jadi seperti halnya artikulasi, getikulasi pun
merupakan bagian dari dialog, hanya saja fungsinya yang berbeda.
Getikulasi
tidak disebut pemenggalan kalimat karena dalam dialog satu kata dengan satu
kalimat kadang‑kadang memiliki arti yang sama. Misalnya kata “Pergi !!!!”
dengan kalimat “Angkat kaki dari sini !!!”. Juga dalam drama bisa saja terjadi
sebuah dialog yang berbentuk “Lalu ?” , “Kenapa ?” atau “Tidak !” dan
sebagainya. Karena itu diperlukan suatu ketrampilan dalam memenggal kata pada
sebuah dialog.
Getikulasi
harus dilakukan sebab kata‑kata yang pertama dengan kata berikutnya dalam
sebuah dialog dapat memiliki maksud yang berbeda. Misalnya: “Tuan kelewatan.
Pergi!”. Antara “Tuan kelewatan” dan “Pergi” harus dilakukan pemenggalan karena
antara keduanya memiliki maksud yang berbeda.
Hal
ini dilakukan agar lebih lancar dalam memberikan tekanan pada kata. Misalnya
“Tuan kelewatan”……. (mendapat tekanan), “Pergi….” (mendapat tekanan).
INTONASI
Seandainya
pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka akan
terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah
tekanan‑tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam
tatanan intonasi, terdapat tiga macam, yaitu :
- Tekanan Dinamik (keras‑lemah)
Ucapkanlah
dialog pada naskah dengan melakukan penekanan‑penekanan pada setiap kata yang
memerlukan penekanan. Misainya saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini”
Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.
- SAYA membeli pensil ini.
(Saya, bukan orang lain)
- Saya MEMBELI pensil ini.
(Membeli, bukan, menjual)
- Saya membeli PENSIL ini.
(Pensil, bukan buku tulis)
- Tekanan.Nada (tinggi)
Cobalah
mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan
seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan dialog
dengan Suara yang naik turun dan berubah‑ubah. Jadi yang dimaksud dengan
tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.
- Tekanan Tempo
Tekanan
tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering
dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya
cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda‑beda. Lambat atau cepat silih
berganti.
WARNA SUARA
Hampir setiap orang
memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat mempengaruhi warna
suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya dengan seorang
anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya.
Apalagi antara laki‑laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna
suaranya.
Jadi jelaslah bahwa
untuk membawakan suatu dialog dengan baik, maka selain harus memperhatikan
artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara.
Sebagai latihan dapat dicoba merubah‑rubah warna suara dengan menirukan warna
suara seorang tua, pengemis, anak kecil, dsb.
Selain mengenai dasar‑dasar
vocal di atas, dalam sebuah dialog diperlukan juga adanya suatu penghayatan.
Mengenai penghayatan ini akan diterangkan dalam bagian tersendiri. Untuk
latihan cobalah membaca naskah berikut ini dengan menggunakan dasar‑dasar vocal
seperti di atas.
(Si Dul masuk tergopoh‑gopoh)
Dul
: Aduh Pak….e…..e…..itu, Pak…. Anu…. Pak….a….a….ada orang bawa koper,
pakaiannya bagus. Saya takut, Pak, mungkin dia orang kota, Pak.
Paiman
: Goblog ! Kenapa Takut ? Kenapa tidak kau kumpulkan orang-orangmu untuk
mengusirnya ?
Pak
Gondo : (kepada Paiman) Kau lebih-lebih Goblog ! Kau membohongi saya ! Kau tadi
lapor apa ?! Sudah tidak ada orang kota yang masuk ke daerah kita, hei ! (sambil
mencengkeram Paiman).
Paiman
: Sungguh, Pak, sudah lama tidak ada orang kota yang masuk.
Pak
Gondo : (membentak sambil mendorong) Diam Kamu !
(kepada
si Dul) Di mana dia sekarang ?
Dul
: Di sana Pak, mengintip orang mandi di kali sambil motret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar