BENER DIESNATALIS KE 22
Sabtu, 04 Mei 2013
Gajahmada.Eps.III
Rabu, 01 Mei 2013
tetapi juga kecerdasan yang bisa dipergunakan untuk menghadapi keadaan rumit sekaligus memecahkannya. Itulah sebabnya meski Gajahmada belum terlampau lama menduduki pangkat bekel, telah mendapatkan kepercayaan untuk memimpin pasukan khusus. Pasukan yang kecil saja, tetapi memiliki kemampuan luar biasa. Pasukan itu diberi nama Bhayangkara.
Pasukan Bhayangkara adalah pasukan pengawal istana, lapis terakhir yang menjadi tameng hidup bagi raja serta segenap keluarganya. Itu sebabnya, prajurit Bhayangkara disaring dari prajurit pilihan dan digembleng secara khusus. Secara pribadi masing-masing anggota pasukan khusus memiliki kemampuan yang mendebarkan karena daya tahannya dalam menghadapi keadaan sesulit apa pun amat tinggi. Apalagi, perannya sebagai pasukan sandi, tidak ada beteng serapat apa pun yang tidak bisa ditembusnya. Patih Tadah yang memiliki gagasan untuk membentuk pasukan itu telah mensyaratkan kemampuan olah bela diri yang tinggi bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari pasukan itu. Itu sebabnya, setiap anggota pasukan khusus berlatar belakang kemampuan olah kanuragan beragam.
Sebagaimana Mapatih Tadah yang terusik oleh munculnya kabut, Gajahmada juga memerhatikannya dengan saksama. ”Dalam keadaan seperti ini, apabila ada yang memancing di air keruh tentu merepotkan sekali,” berkata Bekel Gajahmada pada diri sendiri. Itu sebabnya, Gajahmada meminta kepada segenap anak buahnya untuk meningkatkan kewaspadaan.
Gajahmada meninggalkan halaman istana dengan berjalan kaki. Begitu Gajahmada keluar dari regol halaman, seolah-olah lenyap begitu saja ditelan oleh tebalnya kabut yang turun. Rupanya kabut yang menyergap kotaraja Majapahit makin pekat sehingga pimpinan prajurit Bhayangkara itu harus mengandalkan pendengaran. Gajahmada terus melangkah. Dengan diganduli berbagai pertanyaan, Gajahmada melangkah lurus mengambil arah ke wisma kepatihan. Didorong oleh rasa gelisahnya, Bekel Gajahmada mempercepat gerak langkah kakinya. Meski lurus menuju wisma kepatihan, sejatinya Gajahmada harus melintasi alun-alun untuk sebuah keperluan.
Bekel Gajahmada tak bermaksud langsung menemui Patih Arya Tadah karena ada orang yang harus ditemuinya. Siapa orang itu, Gajahmada tidak mengetahuinya. Seorang prajurit yang menjadi bawahannya menyerahkan sebuah surat yang ditulis di atas lembaran daun tal. Prajurit itu menemukan surat dimaksud melekat pada anak panah yang menyambar saka peneduh Purawaktra.
”Akan ada sebuah peristiwa penting besok, peristiwa yang mungkin akan menggilas istana. Bila
Gajahmadah. Eps: II
benar prajurit yang terlatih, trengginas dalam bertindak, cukat terampil dalam mengambil langkah.
Kabut itu terbawa angin deras. Angin deras menyebabkan kabut menghilang, tetapi muncul lagi karena hawa dingin yang menggigit tulang. Angin deras yang membawa udara dingin menggigit itu pula yang menyebabkan para istri dengan ketat memeluk suaminya, atau anak yang menyusup mencari perlindungan di balik dekapan ibunya. Para orang tua yang menganggap yang terjadi itu sebagai sebuah keganjilan segera keluar untuk mencermati.
Di sudut sebuah perondan tiga lelaki terheran-heran.
”Apa ini?” bertanya salah seorang di antara mereka.
”Angin membawa kabut!” jawab seorang di antara mereka.
”Ya aku tahu,” ucap yang pertama, ”maksudku, kabut ini sangat aneh. Kabut ini terlalu tebal dan tidak wajar. Aku bahkan tidak bisa melihat wajahmu dengan jelas.”
”Itu karena matamu lamur,” jawab orang di sebelahnya.
Yang seorang lagi yang pendiam ikut bicara.
”Tidak ada yang aneh dengan kabut ini. Hanya kabut biasa dan hanya gejala alam biasa. Hanya kebetulan sangat tebal. Di masa mudaku, di kaki Gunung Sindoro dan Sumbing aku sering berhadapan dengan keadaan seperti ini.”
Laki-laki yang mengaku pernah tinggal di kaki Gunung Sindoro itu menguap.
”Aku mengantuk,” ucapnya. ”Aku mau tidur.”
Laki-laki itu beranjak naik ke perondan dan segera membungkus diri dengan kain sarung kumal yang dimilikinya. Akan tetapi, orang tua biasanya menggunakan ngelmu titen, kemampuan untuk menandai sebuah peristiwa. Ki Wongso Banar dan Ki Dipo Rumi, dua orang penduduk biasa yang tinggal di luar dinding kotaraja Majapahit itu memiliki wawasan yang jarang dimiliki oleh orang lain. Apabila malam tiba, apalagi langit tampak jernih, mereka sering kali memerhatikan bintang-bintang di langit. Kedudukan bintang yang juga disebut kartika bagi mereka memiliki makna. Itulah sebabnya kemunculan bintang kemukus dengan ekor yang memanjang dan terlihat benderang memberi kecemasan di hati Ki Wongso Banar dan Dipo Rumi. Apalagi, kini muncul keganjilan. Kabut tebal membungkus kotaraja. Betapa berdebar isi dada orang tua itu. ”Bagaimana menurutmu Adi Dipo Rumi?” bertanya laki-laki tua dengan rambut yang sudah memutih itu. ”Apakah menurutmu apa yang baru saja kita lihat bukan suatu hal yang amat mendebarkan?”
Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar rupanya memiliki perbendaharaan pengetahuan yang langka yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Bahwa kemunculan bintang kemukus merupakan isyarat yang tidak baik, hal itu sudah diketahui oleh orang banyak. Namun, bahwa munculnya kabut dengan angin deras tak berhujan, hanya orang tertentu yang menandai kejadian aneh seperti itu. Apalagi, sehari sebelumnya ketika langit terlihat bersih, tampak bintang kemukus dengan ekornya yang memanjang gemerlapan.
Wirahandaka, seorang pemuda yang menemani kedua orang itu menyimak pembicaraan yang terjadi dengan penuh perhatian. Meski rasa penasarannya terpacu, Wirahandaka berusaha menahan diri untuk tak bertanya.
”Apa yang terjadi ini seperti pengulangan atas apa yang pernah terjadi pada masa silam. Sehari menjelang perang besar yang terjadi antara Tumapel di bawah kendali Ken Arok melawan Kediri di bawah Kertajaya, terjadi keganjilan seperti ini. Kabut tebal dan badai melintas di malam saat langit sedang berhias kemukus, seolah menjadi pertanda khusus akan adanya perang yang meminta banyak korban,” berkata Ki Wongso Banar.
”Bukan hanya perang atas Tumapel dan Kediri,” tambah Ki Dipo Rumi, ”tetapi juga di malam menjelang kehancuran Singasari yang digempur Jayakatwang, kabut tebal menyergap kotaraja Singasari dengan amat pekatnya. Ditandai kemunculan angin deras, pertempuran yang sangat berdarah terjadi di kotaraja Singasari. Kertanegara yang tidak dikelilingi prajuritnya karena dikirim ke Pamalayu digempur Jayakatwang. Kertanegara pralaya.”
Gejala alam seperti itu Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar memercayainya. Wirahandaka atau juga dipanggil Wirandaka akhirnya tak bisa menahan rasa penasarannya.
”Apakah bisa dipastikan, dengan demikian besok akan terjadi peristiwa besar? Peristiwa apakah itu? Besok negeri ini akan diserbu negara lain atau bagaimana?”
Ki Wongso Banar dan Dipo Rumi saling pandang. ”Apa yang kita bicarakan ini hanyalah ilmu titen, Wirandaka,” balas Dipo Rumi. ”Bahwa dahulu kala ada beberapa perang besar yang meminta banyak korban nyawa, umumnya ditandai munculnya lintang kemukus. Setelah beberapa hari bintang yang memiliki ekor menyala benderang itu menampakkan diri, pertanda munculnya kabut dengan pusingan angin itu makin mempertegas bakal hadirnya peristiwa itu. Jika kau bertanya akan terjadi peristiwa apakah besok, aku sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengintip hari esok.” Wirandaka termangu penasaran, ”Kalau ternyata besok tidak terjadi apa-apa?”
Wiro Banar memandang Wirandaka dengan tajam.
”Aku yakin besok akan terjadi sesuatu yang luar biasa.”
”Ya,” Ki Dipo Rumi meyakinkan, ”aku juga yakin besok akan terjadi sesuatu. Nah, kaudengar suara apa itu?”
Wirandaka berdesir ketika telinganya menangkap suara melengking menyayat. Suara burung gagak di malam hari benar-benar menimbulkan rasa tidak nyaman di hati siapa pun. Bukan hanya burung gagak, suara burung bence pun ikut membelah malam bersahutan. Apalagi, ketika beberapa ekor anjing menyalak bersahutan beradu keras dan saling mengejek. Seorang bocah amat ketakutan oleh suara anjing itu dan bersembunyi di sela pelukan ayah dan ibunya. Bagi bocah itu, di luar sana ketika anjing sedang saling menggonggong, sedang ada hantu yang mencuri perhatian anjing-anjing itu. Bukan anjing itu yang membuat bocah itu ketakutan, tetapi lebih karena hantunya, yang matanya melotot akan lepas, lidahnya menjulur terayun-ayun menetes-netes. Suasana terasa sangat hening. Seiring dengan waktu yang bergerak membelah ke pusat malam, kabut yang membungkus kotaraja Wilwatikta terasa makin pekat. Bahkan, akhirnya Ki Wongso Banar dan Dipo Rumi tidak bisa saling memandang. Obor yang dipegang Wirandaka kehabisan minyak. Minyak yang dibuat dari lemak itu akhirnya tidak bersisa.
”Apakah jika siang datang, keadaan akan tetap seperti ini?” bertanya Wirandaka yang ternyata dilibas rasa cemasnya.
”Tentu tidak. Kautahu jawabnya,” balas Ki Wongso Banar. Adalah pada saat itu, ternyata bukan hanya Ki Wongso Banar yang terusik mata hatinya oleh keganjilan yang terjadi dan luar biasa itu. Penghuni wisma kepatihan terpancing oleh kabut yang melayang menembus bilik pribadinya. Mahapatih Arya Tadah yang menempati wisma kepatihan sudah uzur, bahkan usianya tidak terpaut banyak dengan Raden Wijaya yang setelah naik takhta bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Pengabdian, jasa-jasa, dan kecintaannya yang luar biasa terhadap negara membawa Tadah pada kedudukannya sebagai Mahapatih.
Tadah yang tengah berbaring dalam bilik pribadinya dan memerhatikan keadaan, segera bangkit berdiri. Rasa heran dan takjubnya kian menjadi manakala melihat kabut yang amat pekat seolah menyergap wisma kediamannya.
Seorang prajurit bergegas mendekat.
”Ada apa ini?” bertanya Mahapatih Tadah.
”Kabut Gusti Patih,” jawab prajurit itu dengan sigap. ”Sebuah keajaiban alam tengah terjadi. Kabut tebal turun menyergap kota.”
Tadah termangu. Rupanya Tadah teringat tontonan langka seperti ini pernah disaksikannya sekian tahun yang lalu. Dengan tertatih Tadah melangkah turun ke halaman. Prajurit itu sigap membantunya. Arya Tadah yang tua menggapaikan tangannya seolah ingin memegang kabut itu, tetapi sebagaimana atas udara, Mahapatih Tadah tidak menangkap apa pun. Kabut yang turun benar-benar tebal. Bahkan dari tempatnya, Mapatih Tadah tidak berhasil melihat regol depan wisma kepatihan. Yang terlihat hanya warna putih. Jika Tadah menengadah, tepat di bagian di mana bulan berada, kabut tampak keputih-putihan.
Tiba-tiba Tadah berdesir. Tadah pun tertegun.
”Ada apa, Gusti Patih?” bertanya prajurit muda itu.
”Kaudengar suara itu?” balas Mapatih Arya Tadah.
Prajurit muda itu menyempatkan memerhatikan keadaan dengan lebih cermat dan saksama. Ada suara anjing menggonggong di kejauhan, ada pula suara bence yang melengking menyayat membelah malam.
Namun, baginya anjing yang melolong atau burung bence yang menyayat bukan hal aneh.
Barulah suara yang agak ganjil itu muncul belakangan.
”Burung gagak?” desis prajurit itu.
Terdengar suara burung gagak. Burung kelam yang konon menjadi lambang kematian. Burung gagak mempunyai ketajaman indra luar biasa, setidak-tidaknya burung gagak tahu jika ada orang yang sedang sakit yang akan segera mati. Jika seseorang sakit dan di atap wuwungan hinggap seekor burung gagak, boleh diyakini orang yang sakit itu akan segera mati. Atau, jika burung gagak hadir di sebuah tempat dalam jumlah yang banyak, sangat mungkin di tempat itu nantinya akan terjadi bencana yang akan banyak menelan korban jiwa.
Kabut turun tebal dan terdengar burung gagak yang berteriakteriak di tengah malam, ditingkah oleh angin menderu. Bukankah angin menderu macam itu akan membungkam burung gagak atau ribuan mulut burung branjangan sekalipun?
”Malam ini memang terjadi kejadian yang nganeh-anehi, Gusti Patih,” berkata prajurit yang menemaninya. Arya Tadah mencoba memerhatikan, tetapi kabut tebal menghadang pandangan matanya.
Mapatih Tadah yang telah sampai pada sebuah simpulan berdesir tajam. Mapatih Tadah yang telah banyak mengenyam asam garam kehidupan serta mumpuni dalam membaca tanda-tanda alam, tidak bisa menutupi rasa cemasnya. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwaperistiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri. Ribuan bahkan jutaan ekor kunang-kunang beterbangan menjadikan suasana bertambah keruh, membingungkan, dan mengundang cemas siapa pun. Esok harinya, semua orang menemukan jawabnya ketika prajurit berkuda membacakan wara-wara di pasar-pasar dan di tempat-tempat ramai.
Berbeda dengan kematian Ken Dedes yang para dewa di langit menandainya, kematian Umang sama sekali tidak ditandai apa pun. Bahkan, mayatnya ditemukan membusuk setelah dua hari lewat.
”Bagaimana Gusti Patih?” tanya prajurit itu yang merasa heran pada sikap Mapatih Tadah.
Arya Tadah tidak menjawab. Laki-laki tua itu terus melangkah, bahkan turun ke jalan. Patih Tadah tidak melihat apa pun kecuali tebalnya kabut. Jika kabut itu makin menebal maka besar kemungkinan jarak pandang hanya tinggal selangkah ke depan.
”Pergilah ke istana,” tiba-tiba Tadah berkata, ”panggil Bekel Gajahmada. Suruh dia menghadapku sekarang.”
Tanpa banyak bicara prajurit itu segera melaksanakan tugasnya. Sesaat kemudian terdengar suara kuda berderap meninggalkan wisma kepatihan. Berbeda dengan manusia, kuda tidak begitu mengalami kesulitan meski kabut amat tebal. Dengan indranya yang tajam, kuda itu bahkan seperti memiliki jalannya sendiri seolah tidak memerlukan mata.
Dengan gelisah Arya Tadah menunggu kedatangan Bekel Gajahmada di pendapa wisma kepatihan. Sementara itu, oleh kabut yang turun, para prajurit pengawal istana justru menjadi sangat waspada. Dalam keadaan yang aneh seperti itu, terlalu mudah bagi pihak yang ingin membuat kekacauan untuk melaksanakan niatnya. Para prajurit segera berloncatan dengan pedang serta tombak terhunus, bahkan anak panah melekat di busurnya, ketika terdengar kuda berderap mendatangi mereka. Namun, prajurit dari wisma kepatihan itu segera mengucapkan kata-kata sandi tertentu yang dimengerti oleh para prajurit pengawal istana.
”Ada apa?” bertanya pimpinan prajurit penjaga regol utama.
”Mahapatih Arya Tadah meminta Bekel Gajahmada untuk menghadap sekarang,” jawab prajurit itu tegas. Bekel Gajahmada yang berdiri tidak jauh dari tempat itu dan tengah mengamati keadaan bergegas mendekat.
”Mahapatih memanggilku?” bertanya Bekel Gajahmada.
”Ya!” jawab prajurit dari wisma kepatihan itu.
”Baik. Aku segera ke sana,” jawab Bekel Gajahmada. ”Kembalilah lebih dulu, aku akan menyusul karena ada persoalan yang harus aku selesaikan dulu.”
Prajurit penghubung dari wisma kepatihan itu segera minta diri meninggalkan halaman istana. Sesaat setelah prajurit itu naik ke atas kudanya, ia tertegun karena di halaman istana itu juga terdengar suara burung gagak yang menyayat. Rupanya tidak hanya seekor karena dari arah yang lain juga terdengar suara lengkingan yang serak tidak nyaman di telinga. Bahkan, seperti ada benang penghubungnya. Dari arah yang lain terdengar lolong anjing yang menyayat. Dari sebuah rumah peternakan, ayam-ayam di kandang ikut riuh menyumbang, menandai keadaan itu dengan suara bersahutan riuh rendah. Sekali sentak pada tali kekang, kuda yang ditungganginya segera berderap, membawanya kembali ke wisma kepatihan yang tidak terlampau jauh jaraknya.
Bekel Gajahmada adalah seorang pemuda yang bertubuh kekar. Badan dan pikirannya amat sehat, seorang prajurit muda yang memiliki kelebihan khusus dibanding prajurit yang lain, bukan saja kemampuan bela diri yang dikuasainya,
Gajahmada.Eps: I
Senin, 29 April 2013
Perjalanan sejarah berlangsung sangat panjang dan tak diketahui di mana ujungnya. Ada dua wangsa yang tercatat dan keberadaan mereka ditandai dengan megah dalam wujud candi Borobudur di arah barat Gunung Merapi dan candi Jonggrang di Prambanan di arah selatan gunung itu pula. Garis keturunan Syailendra dan garis keturunan Sanjaya silih berganti menyelenggarakan pemerintahan. Agama Hindu dan Buddha marak mewarnai kehidupan segenap rakyatnya. Hukum ditegakkan, negara dalam keadaan gemah ripah loh jinawi.Dari prasasti Balitung ditulis bahwa Medang Ri Pohpitu atau Medang di Pohpitu, Raja Mataram yang pertama adalah Sanjaya, disusul oleh Panangkaran, Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, Watu Humalang, dan Balitung. Pada prasasti Canggal tertulis bahwa pada tahun Saka yang telah lalu dengan ditandai angka Caka Cruti Indria Rasa, pada hari Senin, hari baik, tanggal tiga belas bagian terang bulan Kartika, sang Raja Sanjaya mendirikan lingga yang ditandai dengan tandatanda di bukit yang bernama Stirangga untuk keselamatan rakyat.
Perjalanan waktu mengubah segalanya. Pemerintahan di tanah Jawa Dwipa bergeser ke arah timur, ada Isyana yang meninggalkan jejak amat jelas bersamaan dengan Warmadewa di Bali dan Sriwijaya di Sumatra. Sejak berkuasanya Sindok, Jawa bagian timur menggantikan Jawa wilayah tengah di atas panggung sejarah. Empu Sindok dan keturunannya banyak meninggalkan prasasti, berturut-turut sampai pada garisketurunanberikutnya,SriDharmawangsaTeguh Anantawikramatunggadewa, yang memerintah dengan aman dan damai negara Medang Kamulan.
Manakala Sri Dharmawangsa pralaya, Airlangga berhasil meloloskan diri serta membangun kembali reruntuhan pemerintahan. Tahun 1019, atau dalam sengkalan Gatra Candra Maletik Ing Sasadara, oleh para pendeta Buddha, Siwa, dan Hindu, Airlangga dinobatkan menjadi raja menggantikan Dharmawangsa. Pemerintahan Airlangga benar-benar memberikan air kehidupan bagi segenap rakyatnya. Namun, sebuah kekeliruan telah dilakukan oleh Airlangga yang mengesampingkan persatuan dan kesatuan dengan membelah kerajaan menjadi dua. Sri Sanggramawijaya, sang pewaris takhta yang ternyata tidak bersedia dinobatkan menjadi raja, mendorong Airlangga untuk bertindak adil atas dua anaknya yang lain. Kahuripan dibelah menjadi Jenggala yangberibu kota di Kahuripan dan Panjalu yang beribu kota di Daha.
Sebagaimana terlihat dari jejak-
PENGGUNAAN PANCA INDERA DALAM TEATER
Manusia yang normal dikaruniai Tuhan
dengan lima panca indera secara utuh. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu
menggunakan panca indera kita tersebut, baik secara bersama-sama ataupun
sendiri-sendiri. Dalam teater kita juga harus menggunakan indera kita dengan
baik agar dapat memainkan suatu peran dengan baik pula.
Supaya alat-alat indera kita dapat
bekerja semaksimal mungkin, tentu saja harus dilatih. Hal ini sangat perlu
dalam teater untuk membantu kita dalam membentuk ekspresi. Bentuk-bentuk
latihan yang dapat dilakukan, antara lain :
THE TECHNIQUE OF PHRASING.
Teknik memberi isi
Sebuah kalimat akan tersa mempunyai kesan apabila di beri isi atupun tekanan,
dalam istilah bahasa inggris di namakan:THE TECHNIQUE OF PHRASING.
Pada kalimat “ Gayanya itu “. Bisa mengandung bermacam-macam pengertian, jika
di ucapkan dengan cara tertentu, dapat menjadi dari orang yang mengucapkan.
Ada tiga macam cara memberikan tekanan pada isi kalimat.
Perrtama dengan
tekanan DINAMIK
Kedua dengan
tekanan NADA
Ketiga dengan
tekanan TEMPO.
VOKAL dan PERNAFASAN
Sabtu, 27 April 2013
PERNAFASAN
Seorang artis panggung, baik itu dramawan ataupun penyanyi, maka untuk memperoleh suara yang baik ia memerlukan pernapasan yang baik pula. Oleh karena itu ia harus melatih pernapasan/alat-alat pernapasannya serta mempergunakannya secara tepat agar dapat diperoleh hasil yang maksimum, baik dalam latihan ataupun dalam pementasan.
Ada empat macam pernapasan yang biasa dipergunakan :
Seorang artis panggung, baik itu dramawan ataupun penyanyi, maka untuk memperoleh suara yang baik ia memerlukan pernapasan yang baik pula. Oleh karena itu ia harus melatih pernapasan/alat-alat pernapasannya serta mempergunakannya secara tepat agar dapat diperoleh hasil yang maksimum, baik dalam latihan ataupun dalam pementasan.
Ada empat macam pernapasan yang biasa dipergunakan :
Perbedaan Drama & Teater
BEBERAPA
PENGERTIAN
Kata
drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.ARTI DRAMA
Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axciting), dan ketegangan pada para pendengar.
Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action).
Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak.
Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience).
Mempelajari Panggung
Dalam sejarah
perkembangannya, seni teater memiliki berbagai macam jenis panggung yang
dijadikan tempat pementasan. Perbedaan jenis panggung ini dipengaruhi oleh
tempat dan zaman dimana teater itu berada serta gaya pementasan yang dilakukan.
Bentuk panggung yang berbeda memiliki prinsip artistik yang berbeda. Misalnya,
dalam panggung yang penontonnya melingkar, membutuhkan tata letak perabot yang
dapat enak dilihat dari setiap sisi. Berbeda dengan panggung yang penontonnya
hanya satu arah dari depan. Untuk memperoleh hasil terbaik, penata panggung
diharuskan memahami karakter jenis panggung yang akan digunakan serta
bagian-bagian panggung tersebut.
GERAK
Jumat, 26 April 2013
OLAH TUBUH
Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk
mempelajari seluk beluk gerak, maka terlebih dahulu kita harus mengenal tentang
olah tubuh. Olah tubuh (bisa juga dikatakan senam), sangat perlu dilakukan
sebelum kita mengadakan latihan atau pementasan. Dengan berolah tubuh kita
akan, mendapat keadaaan atau kondisi tubuh yang maksimal.
Selain itu olah tubuh juga mempunyai
tujuan melatih atau melemaskan otot‑otot kita supaya elastis, lentur, luwes dan
supaya tidak ada bagian‑bagian tubuh kita yang kaku selama latihan-latihan
nanti.
Pelaksanaan olah tubuh :
BLOCKING
Yang dimaksud dengan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat diatas
pentas. Dalam permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan,
oleh karena itu pada waktu bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar
tidak merusak blocking. Yang dimaksud dengan blocking yang baik
adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki
titik pusat perhatian serta wajar.
- Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain,
termasuk juga benda-benda yang ada diatas panggung (setting) tidak
mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya kesan berat sebelah.
Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-benda yang
ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini
akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.
ARTIKULASI
Yang dimaksud dengan
artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui mulut agar terdengar
dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat
mengerti pada kata‑kata yang diucapkan.
Pada
pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa sebab yang mongakibatkan
terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :
Ø Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami
oleh orang yang berbicara gagap atau orang yang sulit mengucapkan salah satu
konsonon, misalnya ‘r’, dan sebagainya.
Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat
artikulasi, melainkan terjadi sewaktu‑waktu. Hal ini sering terjadi pada
pengucapan naskah/dialog.
Falsafah Hidup Jawa
Rabu, 17 April 2013
Falsafah Ajaran Hidup Jawa memiliki tiga aras dasar utama.
Yaitu: aras sadar ber-Tuhan, aras kesadaran semesta dan aras keberadaban manusia. Aras keberadaban manusia implementasinya dalam ujud budi pekerti luhur. Maka di dalam Falsafah Ajaran Hidup Jawa ada ajaran keutamaan hidup yang diistilahkan dalam bahasa Jawa sebagai piwulang (wewarah) kautaman.
Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Maka peranan Piwulang Kautaman adalah upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut serta mengajarkan kepada manusia untuk selalu memilih perbuatan yang benar dan baik menjauhi yang salah dan buruk.
Yaitu: aras sadar ber-Tuhan, aras kesadaran semesta dan aras keberadaban manusia. Aras keberadaban manusia implementasinya dalam ujud budi pekerti luhur. Maka di dalam Falsafah Ajaran Hidup Jawa ada ajaran keutamaan hidup yang diistilahkan dalam bahasa Jawa sebagai piwulang (wewarah) kautaman.
Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Maka peranan Piwulang Kautaman adalah upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut serta mengajarkan kepada manusia untuk selalu memilih perbuatan yang benar dan baik menjauhi yang salah dan buruk.
ASylUM
Selasa, 16 April 2013
NARATOR
Apa yang ada dalam kepalaku ini........
Sebuah
kebenaran yang telah ditancapkan ketika aku pertama kali nyirnyirnya
darah kehidupan ini, dari setetes kebahagiaan ayng telah membatu.
Berbagai macam kata dan kalimat saling sengkarut, menjadi atau dianggap absah sebagai pengetahuan.
Sebuah janin yang nantinya kita anggap sebagai kebenaran
Dan tunggulah suatu saat ia akan menguasai kita
Mengusai ras yang bernama manusia, dan inilah sebuah narasi yang tak sempat terbaca, atas matinya manusia........
PADA AKHIR SENJA -Ada apa...?!?-
Senin, 15 April 2013
ADEGAN I
KARTO
Tuan...sudah lama saya melayani tuan disini, selama itu saya tidak pernah bicara, apalagi menanyakan sesuatu tentang tuan...?!? (sambil meletakkan kendi dihadapan tuan lurah)
TUAN LURAH
Lantas...?!? (dengan duduk santai dikursi panjang)
KARTO
Kalau diperbolehkan tanya, Karto ingin tanyakan sesuatu pada tuan lurah (dengan memijit pundak tuan lurah)
TUAN LURAH
(dengan sedikit senyum) baiklah, apa yang akan kamu tanyakan...?!?
KARTO
Kenapa tiba-tiba saja tuan menyepi sendiri ditempat terpencil dan kumuh ini (tetap memijit pundak tuan lurah)
(suasana hening sejenak, tuan lurah hanya sedikit tersenyum dan menggelengkan kepala)
Padahal
tuan adalah kepala didesa yang kaya raya, tuan punya rumah besar dan
bagus, juga dapat makan yang enak, tapi disini tuan hanya minum air
putih dan makan seadanya.
Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia
Tinggal di lebih 17.508 pulau,
bangsa Indonesia saat ini berjumlah lebih dari 200 juta jiwa meliputi lebih
dari 200 etnik. Setelah kemerdekaan 1945, pembauran dan pernikahan yang
berbeda suku budaya telah menjadikan penduduknya memiliki keeratan yang
lebih luas.
Mayoritas peduduk Indonesia memeluk
agama Islam, sedangkan di Bali agama Hindu lebih dominan. Di daerah lainnya
seperti Minahasa di Sulawesi Utara, dataran tinggi Toraja di Sulawesi Selatan,
pulau Nusa Tenggara, dan sebagian besar Papua, dataran tinggi Batak dan juga
Pulau Nias di Sumatra Utara, mayoritas penduduknya beragama Katholik dan
Protestan. Secara keseluruhan pada dasarnya masyarakat Indonesia sangat
religius.
Pancasila sebagai dasar falsafah
negara Indonesia membawa masyarakatnya untuk memiliki sikap toleransi terhadap
setiap penganut agama, adat dan tradisi. Hal itu semakin diperkuat dengan
semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang berarti "Meskipun
berbeda-beda tetapi tetap satu jua".
SANDIWARA BUI
Minggu, 14 April 2013
I
SUARA DALAM GELAP
Penjara
dimana-mana sama seperti halnya Negara, dimana-mana sama saja, tidak
Amerika, tidak Rusia, tidak Cina, juga republik bangsa kita. Negara ini
adalah penjara besar, lebih besar dan keras seperti tempurung, dan saya
seperti kodok, tidak bisa membedakan antara yang ngorek dan yang
ngorok...SAYA BUKAN KODOK TUAN
II
DALAM GELAP DAN TERANG
Bunyi palu hakim pengadilan, hadirin bersorak riuh ramai.
III
DUA
SEL BERHADAPAN, MUNCUL SEORANG SIPIR MENYERET TAHANAN II DENGAN PAKSA,
KEMUDIAN BERHENTI DIPINTU SEL, LALU TAHANAN II DIDORONG MASUK DENGAN
PAKSA.
Indonesia Unik
Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.
SKETSA NEGERI TERBUANG
Jumat, 12 April 2013
(dalam siluet)
TUAN DIRGO
Coba
kau amati amati apa yang mereka lakukan dan bicarakan dalam kedai. Aku
curiga mereka telah merencanakan sesuatu untuk merebut kekuasaanku. Dan
laporkan semua apa yang telah dapatkan disana dan bila perlu kau masuki
kelompok mereka.
LAKI-LAKI
Baik tuan Dirgo (exit)
(black out)
ADEGAN I
Pagi
hari, saat kabut masih menyelimuti. Dalam sebuah kedai tampak seorang
pemilik kedai sedang bersih-bersih sambil menata meja dan kursi.
Sementara disudut kedai terlihat tiga orang bercakap-cakap dengan wajah
yang serius.
SOSIAWAN
TITIK KOMA
Kamis, 11 April 2013
TITIK KOMA
SINOPSIS
Songkah titipan...dibawa kemana...?!? untuk siapa...?!? dibawah langit, diantara langit-langit terpendam sebuah kebenaran...???
NARATOR
Aku...sosok
perempuan yang dijual suami, keluargaku berantakan, selalu diwarnai
pertengkaran sampai kandunganku semakin membesar menjelang 7 bulan dan
akhirnya....
(sosok putih terlihat samar bergerak pelan penuh kegelisahan).
Nurani Terbungkus Topeng
Rabu, 10 April 2013
Nurani Terbungkus Topeng
Laki-laki I : Hai.......hai........tidakkah
kau melihat kejadian siang kemarin? Permainan garang di atas hitam dan
putih bagai papan cater tergelepar di atas kasur bercampur cairan putih
yang dipaksa keluar
Laki-laki II : Aku hampir terperanjat jatuh tapi tidak jadi
Laki-laki I : Kesunyian
membuat mereka merajalela, mengumbar imajinasi besok pagi, aku
mendengar bisikan-bisikan kewajaran menurut mereka, telingaku selalu
siap menerima, mulutku siap berkoar kesana kemari, dan hati hanya dapat
memendam umpatan-umpatan kosong, karena itu hanya membuat mereka semakin
mabuk dalam ketenangan.
Laki-laki II : Kemarin sore aku terlalu menikmati masakan padang dalam kegelapan, entah besok aku harus bagaimana ?
Laki-laki I : Ku
lihat kau hanya bisa meratap, tidakkah kau manusia dan punya nurani ?
kenapa hanya kata-kata putus asa yang keluar dari mulutmu ?
Laki-laki II : Aku
hanya berfikir apakah selamanya seperti ini, sampai aku takut melihat
wajahku sendiri pada cermin, sosok yang tak pernah menerima dengan apa
adanya, apakah aku termasuk orang yang tidak bisa bersyukur ?
Laki-laki I : Tidak
juga. Eh kau tahu perempuan tadi pagi? sosok perempuan yang sangat
sempurna, kecantikan wajahnya sulit untuk ditemukan padanannya dalam
dunia, seandainya kau lihat bibirnya, bila dilumat serasa es krim yang
merah segar, kau lihat buah dadanya? bagai gunung yang ditengahnya ada
sebuah jurang yang dalam, bila kau daki kau akan terperanjat jatuh dan
tidak bisa bangun lagi dan kau lihat pantatnya....
Laki-laki II : Ah kau bicaramu ngelantur tidakkah kau lagi berkaca, lihat! ! tampangnnu kayak becak Reot
In the NAME of ROSE
In the NAME of ROSE
PROLOG
Aku
menganggap bahwa, pada dasarnya kita adalah satu, kemudian seiring
dengan pembelahan munculah pertentangan, permusuhan, dan tumpang tindih;
bagaimana lagi, karena manusia terbebani dengan mencipta dan
memperkokoh sejarah, maka konflik harus segera dilestarikan, tapi disisi
lain, jauh dilubuk nurani kemanusiaan yang paling dasar manusia juga
rindu akan semilirnya persamaan dan sejuknya harmonisasi kesetaraan,
itulah wujud dari mimpi akan kebahagiaan,..
Sementara
aku sendiri, masih mencari apakah ada kebahagiaan diatas puing-puing
pertentangan dan permusuhan? Kalaupun mungkin kebahagiaan itu menyeruak
dari kedalaman puing-puing itu, bagaimanakah kita meraih dan cepat
mengikat erat kebahagiaan tersebut?
Aku
telah menemukan; tapi belum tentu pasti, apakah ini kebenaran ataukah
hanya sekedar harapan, karena aku sendiri tidak mungkin mampu
memastikan, hidup yang kita jalani selama ini adalah kebenaran dari
kenyataan atau malah hanya mimpi, saat lelah berhasil menyergap semangat
hidup. Bahwa, jauh di dasar diri manusia, diantara palung kesombongan
dan diatas karang kediri-an tumbuh sekuntum mawar yang sangat indah.
Mawar
itu menjadi oase para pencari, dan gugus bintang para nelayan saat
sampan kecilnya merindukan bibir pantai yang lembut karena dalam mawar
itu menyimpan makna dari perasaan ultim; puncak perasaan, bahwa kita
mampu merasakan penderitaan orang lain.
Dari sinilah aku memulai pencarian ini,…..
Langganan:
Postingan (Atom)